Karya keselamatan Yesus bukan hanya terjadi pada penyaliban dan kebangkitan-Nya. Kita tentu tahu sejak Tuhan Yesus lahir, Ia sudah menanggung dan mengalami hal paling rendah. Ia lahir di kandang domba, tidak diakui, menerima cemooh, dan mengalami banyak penolakan. Seluruh kitab Injil menerangkan betapa pekerjaan Yesus dalam penggenapan janji penebusan memberi penderitaan yang sangat hebat. Bahkan saat akhir hidup-Nya pun, penderitaan-Nya semakin bertambah ketika Ia mengalami dengan sungguh kuasa kerajaan maut. Allah bahkan meninggalkan-Nya dan Ia menghadapi Allah sebagai hakim yang adil.

Berbicara mengenai karya keselamatan Yesus, kita bisa melihat dan memperhatikan kembali tentang tujuh perkataan-Nya di atas Kayu Salib.

“Yesus berkata: ”Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” Dan mereka membuang undi untuk membagi pakaian-Nya.” (Lukas 23:34).

Penderitaan yang berat telah dialami Tuhan Yesus, namun pada saat itu Ia masih memohon kepada Allah agar mengampuni musuh-Nya. Kata-kata ini menunjukkan kesempurnaan Yesus dalam menanggung dosa yang bahkan tidak Ia lakukan.

“Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah.”(2 Korintus 5:21).

“Kata Yesus kepadanya: ”Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.” (Lukas 23:43).

Perkataan Yesus ini memberi jawaban bahwa di dalam Dia, kita diberi jalan menuju Sorga. Pada hari dimana kita mati, hari itu juga jiwa kita kembali ke hadapan Allah. Tidak ada waktu yang tertunda.

“Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya: ”Ibu, inilah, anakmu!” Kemudian kata-Nya kepada murid-Nya: ”Inilah ibumu!” Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya.” (Yohanes 19 : 26-27).

Yesus memberi penghormatan kepada Maria ibu-Nya. Dalam kesengsaraan-Nya memberi bentuk penghormatan pada ibu-Nya. Ia pun memberi tahu kepada murid-murid-Nya bahwa Maria juga merupakan ibu mereka.

“Kira-kira jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: ”Eli, Eli, lama sabakhtani?” Artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Matius 27 : 46).

Momen dimana Yesus mengalami siksaan neraka. Pada dasarnya neraka merupakan gambaran penderitaan yang sungguh, kesakitan yang luar biasa, dan tidak ada lagi damai. Pada saat itu, Allah benar-benar berdiri sebagai hakim yang adil. Ini bentuk siksaan yang sangat menyakitkan karena Allah tidak lagi melihat dengan kasih melainkan murka. Siksaan ini dialami Yesus agar kita tidak lagi ditinggalkan Allah.

“Sesudah itu, karena Yesus tahu, bahwa segala sesuatu telah selesai, berkatalah Ia – supaya genaplah yang ada tertulis dalam Kitab Suci –: ”Aku haus!” Sesudah Yesus meminum anggur asam itu, berkatalah Ia: ”Sudah selesai.” Lalu Ia menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya.” (Yohanes 19 : 28, 30).

Di saat akhir hidup-Nya Yesus mengeluh mengenai dahaga-Nya. Jika kita memperhatikan kisah penyaliban, sejak penangkapan Yesus, Ia terakhir kali makan dan minum pada saat perjamuan malam kudus bersama murid-murid-Nya. Setelah itu Ia tidak pernah meminum apapun. Aku haus, sebagai perkataan Yesus yang kelima adalah kemenangan atas penderitaan jasmani yang berat dan sebagai jaminan kemenangan bagi kita. Paulus menulis, “segala sesuatu telah ditaklukkan-Nya di bawah kaki-Nya” (1 Korintus 15:27).

Dengan berkata “Aku Haus” maka Yesus menggenapi apa yang tertulis tentang nubuatan Mesias yang menderita. Dia lakukan dengan sempurna sehingga korban Yesus Kristus memuaskan Bapa Surgawi yang menjadikan orang percaya menjadi umat yang dilayakkan dihadirat-Nya.

Makna Yesus berkata “Aku Haus” adalah manusia tahu bahwa segala sesuatu yang penting telah selesai.

“Lalu Yesus berseru dengan suara nyaring: ”Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.” Dan sesudah berkata demikian Ia menyerahkan nyawa-Nya.”(Lukas 23 : 46).

Kematian di Salib tidak semudah itu. Penderitaan yang dialami sangatlah berat. Beberapa sumber mengatakan bahwa penyaliban memakan waktu berhari-hari untuk benar-benar mati. Namun berbeda dengan Yesus. Ketika semua perkataan yang Dia ucapkan. Ia menyerahkan diri-Nya dan mati. Bahkan kematian-Nya dapat dipastikan dengan lambung-Nya yang ditikam. Tidak ada satu manusiapun yang tau kapan waktu kematian-Nya. Dalam Kuasa KeAllahan-Nya Yesus menyerahkan diri6Nya dan mati. Kuasa dosa telah dikalahkan dan Ia telah bangkit. Karena kasih karunia kita memperoleh damai sejahtera. Kubur kosong, perjumpaan dalam perjalanan ke Emaus, salam damai Yesus, semuanya menjadi penghiburan dan jaminan bahwa kita pun telah mati dan bangkit bersama Yesus dan kuasa maut tidak di atas kita lagi.

Facebook Notice for EU! You need to login to view and post FB Comments!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *